Gila Bola – Pada akhir musim Liga Inggris di bulan Mei, Conor Gallagher tampak penuh kebahagiaan saat merayakan kemenangan Chelsea atas Bournemouth. Dengan bertelanjang dada dan senyum lebar, dia tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan meninggalkan Stamford Bridge.
Namun, di balik layar, ada cerita lain yang sedang berlangsung. Kepindahan ke Atletico Madrid dalam kesepakatan senilai Rp 704 Milyar semakin mendekati kenyataan, mengakhiri periode 18 bulan yang penuh ketidakpastian tentang masa depan Gallagher di Chelsea.
Sejak awal musim panas, Chelsea memberikan dua pilihan kepada Gallagher: menandatangani kontrak baru atau dijual. Pihak klub sama sekali tidak ingin membiarkannya memasuki tahun terakhir kontraknya dan menjadi pemain bebas transfer pada Juli 2025.
Pada awal Juni, Gallagher menolak tawaran kontrak baru dari Chelsea, yang kemudian diikuti oleh penolakan kedua pada akhir Juli, meskipun ada minat serius dari Atletico Madrid.
Chelsea menawarkan kontrak dua tahun dengan opsi perpanjangan satu tahun, disertai kenaikan gaji signifikan. Namun, tawaran ini tidak menarik bagi Gallagher, yang merasa bahwa masa depannya di klub tidak dipandang dengan keseriusan yang sama seperti pemain-pemain utama lainnya seperti Enzo Fernandez dan Moises Caicedo.
BACA JUGA:Mikel Arteta Tersanjung Dengan Mikel Merino Saat Update Cedera Martin Odegaard Terungkap!Manchester City Blunder Lagi? Usai Cole Palmer, Kini Liam Delap Bersinar Usai Dilepas Guardiola!Laga Man United vs Porto Bisa Jadi Laga Penghakiman Bagi Erik Ten Hag!Situasi ini semakin rumit karena Chelsea biasanya memberikan kontrak minimal enam tahun untuk pemain utama mereka. Gallagher sendiri telah membuktikan dirinya sebagai pemain inti di bawah asuhan Mauricio Pochettino, sering memimpin tim dalam menit bermain.
Namun, gaya permainan Enzo Maresca yang lebih berfokus pada penguasaan bola dan posisi membuat The Blues mempertanyakan kecocokan Gallagher dalam rencana jangka panjang mereka.
Chelsea menawarkan Gallagher kesempatan untuk mendapatkan kontrak lebih panjang dan kenaikan gaji lebih besar jika dia mampu menunjukkan performa yang konsisten di bawah asuhan Maresca.
Namun, Gallagher merasa bahwa dia layak mendapatkan kepastian yang lebih besar setelah tampil impresif pada musim sebelumnya, di mana dia memimpin skuad dalam menit bermain dan sering menjadi kapten tim. Keengganannya untuk menerima kontrak jangka pendek mencerminkan ketidakpuasannya dengan cara Chelsea menangani masa depannya.
Selama tur pramusim di Amerika Serikat, Gallagher bermain lebih banyak menit daripada pemain lain, namun tetap terlindung dari tugas media karena spekulasi tentang kemungkinan penjualannya.
West Ham sempat menawar Rp 829 Milyar untuk Gallagher, dan Tottenham juga menunjukkan minat serius. Namun, Chelsea lebih memilih menjual Gallagher ke klub luar negeri daripada ke rival domestik, meskipun tawaran dari Atletico lebih rendah.
Chelsea telah menunjukkan tekad untuk tidak membiarkan pemain berharga mereka pergi secara gratis, belajar dari pengalaman dengan Antonio Rudiger dan Andreas Christensen.
Oleh karena itu, meskipun harga yang ditawarkan Atletico lebih rendah dari yang diharapkan, Chelsea melihat penjualan Gallagher sebagai langkah yang lebih baik daripada mempertahankannya dengan kontrak jangka panjang yang besar.
Keputusan untuk menjual Gallagher mencerminkan perhitungan pragmatis Chelsea dalam membangun skuad yang elit. Namun, perlakuan terhadap Gallagher dan Trevoh Chalobah, pemain populer lainnya yang juga tersingkir karena perekrutan baru, telah menimbulkan kemarahan di kalangan fans. Mereka merasa tidak puas dengan para pengambil keputusan di klub.
Chelsea terus mendukung visi Maresca tentang sepak bola yang berfokus pada penguasaan bola. Pilihan terakhir kini ada di tangan Gallagher, namun kepergiannya dari Chelsea musim panas ini semakin tidak terelakkan.
Bagi Gallagher, kepindahan ke Atletico Madrid mungkin menjadi langkah yang tepat untuk melanjutkan kariernya, meskipun meninggalkan klub masa kecilnya akan menjadi keputusan yang berat.