Gila Bola, Liga Inggris – Pada hari Minggu saat laga antara Chelsea vs Wolves di Stamford Bridge yang berakhir dengan kekalahan 2-4, fans The Blues menggemakan nama Jose Mourinho.
Momen tersebut bukanlah kilas balik tahun 2004 atau 2014 saat Mourinho menjadi pelatih Chelsea, melainkan gambaran tentang krisis saat ini yang melanda klub.
Meskipun Mauricio Pochettino kini tengah ketar-ketir harus bertanggung jawab atas performa buruk Chelsea, Mourinho yang pengangguran berada di suatu tempat, siap mengambil alih posisinya.
Sebagian besar fans Chelseadengan mudah bisa memahami mengapa nama Mourinho dikumandangkan ketika tim mereka mengalami kekalahan 4-2 dari Wolverhampton Wanderers.
Kekalahan tersebut menempatkan The Blues di peringkat ke-11 di klasemen Premier League, tertinggal 15 poin dari posisi empat besar, dan hanya selisih 12 poin dari zona degradasi. Mengerikan yak!
BACA JUGA:Jadwal Liga Konferensi Eropa Malam ini Musim 2024/2025Jadwal Liga Europa Malam Ini Musim 2024/2025Jadwal Bola Malam Ini, Siaran Langsung Sepak Bola di TV Hari IniMourinho tetap dianggap sebagai manajer tersukses sepanjang sejarah Chelsea. Meski tidak pernah mengantarkan Chelsea meraih juara Liga Champions di Stamford Bridge seperti yang dilakukan Roberto Di Matteo dan Thomas Tuchel, namun Mourinho berhasil membawa pulang tujuh trofi utama, termasuk tiga gelar Premier League dalam dua masa kepelatihannya (2004-07 dan 2013-15).
Pemain-pemain hebat seperti Petr Cech, John Terry, Frank Lampard, dan Didier Drogba, yang menjadi tulang punggung timnya, membentuk fondasi kesuksesan di bawah kepemimpinan Mourinho.
Tapi seperti pada umumnya, nostalgia cenderung hanya mengingat masa-masa kejayaan: trofi, aura kebangkitan Chelsea saat itu, dan julukannya sebagai “The Special One”.
Mourinho juga pernah meninggalkan Chelsea dalam suasana yang pahit setelah dua masa kepelatihannya sebelumnya berakhir dengan buruk.
Hubungannya dengan skuat terganggu dan tidak dapat diperbaiki karena komentar-komentar pedasnya yang bikin kuping panas sudah keterlaluan.
Pola ini tampaknya telah menjadi bagian dari perjalanan hidup Mourinho, baik itu bersama Chelsea atau klub-klub lain yang pernah di tangani.
Mungkin kecuali Inter Milan, di mana ia meninggalkan klub Italia tersebut pada tahun 2010 setelah membawa mereka meraih treble, kisah dua dekade terakhirnya sebagai pelatih selalu diwarnai dengan kesuksesan awal yang diikuti oleh konflik di ruang ganti, taktik parkir bus, ketegangan dengan manajemen klub terkait transfer pemain, dan pada akhirnya … kegagalan!
Oleh karena itu, bagi semua fans Chelsea yang kini menginginkan kembalinya Mourinho untuk ketiga kalinya, pesan yang ingin disampaikan adalah: hati-hati loh sama apa yang kamu minta hehehe!
Chelsea saat ini terperangkap dalam kekacauan. Meskipun Pochettino berhasil membawa mereka mencapai final Piala Carabao melawan Liverpool pada 25 Februari nanti, dan masih ada kesempatan untuk lolos ke zona Eropa dengan mengalahkan skuad asuhan Jurgen Klopp di Wembley, mantan pelatih Tottenham Hotspur dan Paris Saint-Germain itu masih berjuang menemukan formasi terbaik dan hasil yang diinginkan.
Di Liga Inggris, Chelsea telah menderita lebih banyak kekalahan (10 kekalahan) daripada kemenangan (9 kemenagan). Namun, tantangan terbesar yang dihadapi Pochettino adalah membentuk tim muda yang punya potensi di masa depan, sesuatu yang setidaknya pernah ia lakukan di klub sebelumnya.
Mourinho tidak terbiasa dengan pembangunan tim muda. Filosofinya selalu didasarkan pada pengalaman dan kepastian.
Bahkan ketika ia memainkan pemain muda, mereka selalu dikelilingi oleh pemain berpengalaman yang telah diandalkan Mourinho di manapun ia melatih.
Jadi, meskipun pemilik Chelsea mungkin sedikit tergoda dengan gagasan bahwa Mourinho bisa menjadi solusi atas masalah mereka saat ini, mereka akan segera menyadari bahwa gaya pelatihan Mourinho tidak sesuai dengan tantangan yang dihadapi klub saat ini.
Mourinho mungkin merupakan sosok besar di masa lalu, tetapi sekarang, dia tampaknya sudah ketinggalan zaman, udah mulai jadi dinosaurus di dunia sepak bola.
Hampir dua dekade yang lalu, Mourinho mencuri perhatian dunia dengan merayakan gol menit ke-90 Costinha untuk FC Porto di Old Trafford, yang memastikan kemenangan mereka atas Manchester United asuhan Sir Alex Ferguson di Liga Champions.
Namun, sejak itu, permainan telah berubah. Pep Guardiola muncul dengan pendekatan pelatihan yang berbeda, dan Mourinho mulai ketinggalan zaman.
Di usia 61 tahun, sementara dia masih memiliki ketajaman dalam memberikan pernyataan, performa timnya telah menurun.
Empat klub asuhannya terakhir yaitu Chelsea (untuk periode keduanya), Manchester United, Spurs, dan Roma, semua berakhir dengan pemecatan, dengan tingkat kemenangan timnya menurun setiap kali ia berpindah klub: 59% di Chelsea, 58% di United, 51% di Spurs, dan 49% di Roma.
Oleh karena itu, harapan untuk melihatnya kembali di Chelsea dalam waktu dekat haruslah dipiir matang-matang. Pochettino mungkin memiliki sejumlah masalah yang harus diatasi, tetapi Mourinho bukanlah solusi dan makin buat Todd Boehly tak bisa tidur.
Satu-satunya yang saat ini mungkin mengalami kesulitan tidur adalah Mourinho sendiri, karena pilihan untuk pekerjaan selanjutnya semakin terbatas baginya.
Klub-klub papan atas kini mencari pelatih yang mampu membangun tim yang menarik dan sukses sambil bekerja dalam harmoni dengan struktur manajemen yang melibatkan direktur sepak bola atau direktur olahraga.
Para kandidat yang kini paling populer di bursa pelatih adalah Xabi Alonso (Bayer Leverkusen), Roberto De Zerbi (Brighton & Hove Albion), Thomas Frank (Brentford), Ruben Amorim (Sporting CP), dan Míchel (Girona), gak ada tuh namanya Mourinho! Nahloh!
Bulan lalu, menurut berita yang beredar, Mourinho menolak tawaran untuk melatih Al Shabab di Liga Pro Arab Saudi karena menunggu tantangan yang lebih menarik, meskipun sulit untuk membayangkan apa yang dimaksud dengan “tantangan yang lebih menarik” itu.
Peluang di level internasional sebagai pelatih tim nasional sih masih mungkin, atau mungkin juga berkarier jadi pelatih di MLS, cuman ya ga keren. Tapi Mourinho selalu menyatakan cintanya pada Los Angeles selama tur pra-musim dengan Chelsea, United, dan Spurs.
Bagi klub-klub papan atas Eropa dengan ambisi besar jangka panjang, Mourinho bukanlah pilihan saat ini. Bagi Mourinho, masa-masa keemasannya di dunia sepakbolasepertinya telah berakhir.