Gilabola.com – Rivalitas antara Mikel Arteta dan Pep Guardiola kini semakin memanas. Sebelumnya, hubungan mereka dikenal sebagai mentor dan anak didik, di mana Arteta pernah menjadi asisten Guardiola di Manchester City.
Namun, seiring waktu, hubungan tersebut berubah menjadi persaingan sengit antara dua manajer, yang masing-masing mewakili klub besar Premier League. Meski banyak yang menuding Arteta hanya meniru gaya Guardiola, dia dengan tegas membantah hal tersebut, menyatakan bahwa gaya kepelatihannya sudah berevolusi.
Beberapa pertandingan terakhir menunjukkan perubahan signifikan dalam taktik Arteta, terutama saat melawan tim seperti Tottenham, Atalanta, dan Manchester City. Gaya bermain Arsenal yang dulunya dikenal sebagai tim yang bermain menyerang dan dominan, kini berubah.
Tim lebih mengutamakan bertahan dan mengamankan lini belakang dengan ketat, alih-alih terus menerus menyerang. Pendekatan ini sering diasosiasikan dengan tim-tim yang lebih kecil, namun tampaknya Arteta merasa perubahan ini diperlukan.
Strategi bertahan tersebut tidak serta-merta membuat Arsenal tampil buruk. Justru, ketika melawan tim kuat seperti Manchester City, taktik bertahan dan serangan balik berhasil meraih hasil yang cukup baik.
BACA JUGA:Mikel Arteta Tersanjung Dengan Mikel Merino Saat Update Cedera Martin Odegaard Terungkap!Manchester City Blunder Lagi? Usai Cole Palmer, Kini Liam Delap Bersinar Usai Dilepas Guardiola!Laga Man United vs Porto Bisa Jadi Laga Penghakiman Bagi Erik Ten Hag!Dalam beberapa pertandingan musim lalu, Arsenal berhasil merebut empat poin dari City di Premier League. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan bertahan yang diterapkan oleh Arteta memiliki potensi besar untuk merusak permainan lawan yang lebih kuat.
Di bawah tekanan untuk memenangkan trofi, Arteta tampaknya memilih jalan yang lebih praktis, meskipun itu berarti menyimpang dari prinsip yang dipelajarinya di bawah asuhan Guardiola.
Bukan lagi tentang sepak bola indah dan dominasi, tapi lebih kepada bagaimana meraih kemenangan dengan segala cara yang diperlukan. Keputusan ini mungkin dipengaruhi oleh kegagalannya selama dua musim terakhir, di mana Arsenal belum berhasil mengalahkan City dalam permainan terbuka mereka sendiri.
Meskipun pendekatan ini dianggap oleh sebagian pihak sebagai “ilmu hitam” atau taktik kotor, bagi Arteta dan Arsenal, kemenangan adalah segalanya. Tekanan untuk meraih trofi begitu besar, apalagi setelah musim lalu mereka berakhir tanpa satu pun gelar.
Di sisi lain, tim seperti Manchester United yang musim lalu tampil kurang konsisten, masih mampu memenangkan piala. Hal ini hanya menambah beban bagi Arteta untuk segera mempersembahkan trofi bagi Arsenal.
Taktik bertahan yang diterapkan Arteta juga tercermin dalam pertandingan melawan Brighton, di mana dua kartu merah yang didapat Arsenal memperlihatkan betapa agresifnya permainan mereka.
Meskipun hal ini membuat mereka kehilangan poin, namun pendekatan ini dianggap sebagai bagian dari perjuangan untuk meraih kemenangan dengan cara apa pun.
Arteta mungkin telah mempelajari banyak hal dari Guardiola, namun saat ini dia berada di persimpangan penting dalam kariernya. Apakah dia akan tetap bertahan dengan filosofi menyerang ala Guardiola, atau mengambil pendekatan pragmatis untuk meraih trofi, hanya waktu yang akan menjawab.